Asal Usul Keris Bali
13 Jul 2025

Bicara tentang keris, tidak akan lepas dari identitas budaya masyarakat setempat yang melestarikannya. Kita mengenal Keris gaya Bali, Keris gaya Jawa Timur/Madura, Keris gaya Cirebonan, Keris gaya Jawa Mataraman (Surakarta dan Jogjakarta), Keris gaya Melayu (Sumatera, Sulawesi, Sumbawa), dan Keris gaya Lombok.
Masing-masing memiliki karakteristik sendiri-sendiri apabila dibahas secara bentuk fisiknya. Dalam tulisan ini, penulis secara khusus menampilkan Keris Bali, yang tidak akan tercerabut dari identitas budaya dimana keris itu lahir.
Keris Bali dan Lombok secara secara fisik memiliki banyak kemiripan, bahkan dapat dikatakan sama, karena dalam sejarahnya Kerajaan Karangasem pernah membawa pengaruh di Lombok di masa lalu. Dengan jangkauan wilayah ini, dari banyak orang Bali berada di Lombok kemudian mempengaruhi budaya asli Lombok.
Namun demikian, tetap saja, budaya lokal setempat tidak tergerus oleh proses asimilasi ini. Kemudian membentuk karakteristik yang unik bagi wilayah tersebut. Hal yang membedakan antara Keris Bali dan Keris Lombok apabila dibandingkan lebih dalam adalah detil karya seninya.
Misalnya dari sisi bilah, keris-keris Bali banyak menggali dari ornamen-ornamen candi maupun dari berbagai aspek yang membawa pengaruh dari sisi spiritual masyarakat Bali sendiri. Kemudian dari sisi warangka (sarung keris), seorang Meranggi (perajin warangka) di Bali memiliki keahlian yang diperoleh secara turun temurun, mereka juga seorang ahli tatah dan ukir perak yang tentu saja memiliki kekhasan sendiri.
Apabila kita sering melihat dan menikmati bentuk baik bilah, warangka maupun ornamen lainnya pada sebilah keris, maka akan lebih mudah untuk mendefinisikan mana Keris Bali dan mana Keris Lombok.
Dengan demikian Keris Bali mengandung peran yang kompleks dalam masyarakat dan telah berjalan di ruang dan waktu yang cukup panjang, sehingga memiliki karakteristik yang melekat dan menunjukkan keberadaannya sebagai identitas karya budaya yang khas masyarakat Bali.
Semakin dalam, keris bagi masyarakat Bali merupakan salah satu hasil budaya yang merangkum segala konsep dan manifestasi kehidupan masyarakatnya, baik konsep pemahaman yang transeden, konsep kehidupan sosial, maupun konsep teknomiknya sebagai benda kelengkapan hidup, yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Sebagai sebuah benda budaya penunjuk identitas, keris Bali memiliki karakteristik yang dapat dilihat dari perjalanan sejarah seni tempa pusaka (keris) oleh Wangsa Pande, visualisasi bentuk fisik meliputi bilah, warangka, pendok, danganan, selut, wewer, dan lain-lain, pada gilirannya dapat kita lihat saat mengenakan bersama busana adat khas Bali yang luar biasa indahnya.
Pengantin truna dan truni Bali yang mengenakan busana adat Bali, truna akan membawa keris dengan danganan yang indah, sementara truni membawa kipas khas Bali yang tak kalah elegannya.
Berbicara tentang leluhur para wangsa Pande di Bali, menurut Kitab Brahma Pande Tatwa menjelaskan bahwa leluhur para Wangsa Pande merupakan keturunan dari para Mpu di Jawa. Sedangkan menurut Pustaka Bang Tawang aliran para Wamsa Pande atau Wangsa Pande merupakan penganut aliran Brahma yang memiliki pusat pemujaan disebut “Gedong Sinapa” atau “Gedong Batur Kemulan Kasuhun Kidul”.
Pada masa itu, Wangsa Pande merupakan golongan masyarakat khusus yang mengabdi kepada Raja, yang pekerjaannya menyiapkan segala hal yang berkaitan dengan logam termasuk senjata bagi keperluan kerajaan. Pekerjaan ini dilaksanakan secara turun temurun sehingga terbentuklah Trah Pande. Akan dianggap tabu apabila ada masyarakat selain Trah Pande mengerjakan pekerjaan sebagai pengolah logam.
Penggambaran pekerjaan para Pande dapat dijumpai dalam Kitab Kosawasrama, disebutkan bahwa pekerjaan seorang Mpu Pande memang selalu berkaitan dengan peleburan dan penempaan berbagai jenis logam, diceritakan antara lain sebagai berikut:
“20….. Kunang ikang salwiran ing katunu pinalu de sang Mpu Pande pratyekanya, yan kanaka drawa, akuning asari samunu rupanya, (yan salaka), yan ganaga abang tanpa sari rupanya, yan gangsa, akuning aputih tanpa sari rupanya”
“21…. parunggu akuning rupanya, yan lancing, akuning tanpa sari rupanya, yan wesi aroma ireng rupanya….”
(“terjemahan bebasnya….Adapun segala yang dilebur (dipanaskan) dan ditempa oleh Mpu Pande, misalnya emas kuning cemerlang berseri warnanya, kalau perak putih warnanya, kalau tembaga merah redup warnanya, kalau gangsa kuning keputih-putihan warnanya, kalau perunggu kuning kusam warnanya, kalau besi menyerupai rambut warnanya….”)
Periode Bali Kuno yaitu pemerintahan Raja Udayana merupakan periode awal perkembangan para Wangsa Pande di Bali. Meskipun sangat sedikit ditemukannya data yang berkaitan dengan seni tempa (keris) di Bali, namun keberadaan keluarga Pande dari prasasti kuno masih dapat ditemukan, antara lain: Prasasti Sukawana, Manuskrip Kuno Pande Bang Tawang, Prasasti Bulian, dan Prasasti Pura Kehen.
Hingga Periode Bali Madya yaitu era Kerajaan Majapahit, ditemukan Prasasti Tambelingan yang menceritakan kehendak raja untuk melindungi dan mengembalikan keberadaan Wangsa Pande di Bali seperti sediakala, setelah bercerai berai usai invasi Majapahit di Bali. Di masa ini juga dikenal seorang Mpu dari Madura yang menjadi pendeta di Istana Gelgel.
Mpu tersebut dikenal dengan sebutan Pujangga Kayu Manis atau juga disebut Mpu Brahma Raja. Keberadaan Sang Mpu Brahma Raja ini diceritakan dalam Babad Brahma Pande Tatwa (abad XVI) dan Babad Dalem (abad XVII). Lebih jauh diceritakan bahwa Mpu Brahma Raja tinggal di Desa Kayu Manis dan menikah dengan Diah Amertama. Dari perkawinan tersebut lahir putra dan putri yang bernama Brahma Rare Sakti yang mahir dalam Ilmu Kepandean dan Dyah Kencana Wati yang mahir dalam membuat perhiasan.
Raja Majapahit di Bali yaitu Dalem Ketut Smara Kepakisan selain dikawal oleh para Arya juga didampingi seorang Mpu yang bernama Mpu Siwa Saguna. Sampai pemerintahan beralih kepada Dalem Waturenggong, para Wangsa Pande mendapat porsi yang lebih banyak dalam sumbangsih karya khususnya keris di Bali, karena legitimasi Raja di Bali semakin besar pasti di dukung oleh fasilitas persenjataan yang memadai. Konon di masa-masa inilah wangsa Pande di Bali mencapai masa keemasan dan berkembang hingga kini.
Komentar
Login untuk memberi komentar.
- Belum ada komentar.

he/him